Satukan tujuan, jaga persatuan, pelihara keta’atan bag-1

Bagian ke-1

Bismillahirrahmanirrahim,

كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ ۗ

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah…” (QS. Ali Imran : 110)

Tadi malam saya berbincang dengan seorang sahabat tentang perkembangan sebuah majelis, yang beberapa bulan yang lalu baru berdiri dan sempat ramai dihadiri para jama’ah. Majelis tersebut dulu terlihat punya wibawa dan megah, karena kerap yang mengisi pengajian adalah para kyai dan habaib. Lalu saya tanyakan, bagaimana keberadaan majelis tersebut. “Wah saya kurang tahu, orangnya (pemilik majelis) sudah jarang terlihat.” Kata sahabat tadi, “terakhir saya lihat baner majelisnya sudah tidak ada. Barangkali dicopot.” Lanjutnya menjelaskan.

Dari percakapan singkat tersebut saya dapat menarik kesimpulan, bahwa majelis tersebut sudah TUTUP. Laa hawla walaa quwwata illa billah.

Ini adalah satu contoh fenomena yang banyak terjadi pada sebuah majelis, baik namanya ilmu, majelis dzikir, majelis sholawat, ataupun majelis taklim. Banyak dari mereka baru seumur jagung hidup, untuk kemudian mati, hilang tanpa bekas.

Kenapa bisa seperti itu? Tentu banyak faktor yang melatarbelakangi. Dan kita tidak bermaksud mengomentari bagian ini. Yang jelas ada sesuatu yang keliru.

Menurut hemat saya, ada beberapa faktor penyebab utamanya, yaitu:
1. Salah niat.
2. Salah urus.
3. Tidak punya guru
4. Tidak ada sifat wala’ dari jama’ah.

Sekarang mari kita bahas satu persatu. Kesalahan pertama adalah salah niat. Banyak dari personal yang membuat majelis cuma latah, ikut-ikutan. Dia cuma ingin seperti orang-orang yang sukses membuat dan membina sebuah majelis. Mungkin dia melihat “enak juga ya punya majelis, banyak jama’ah, pastinya banyak yang nyalamin tempel itu.” Jika sampai disini niatannya cuma ingin mendapatkan pengikut, lalu dari banyaknya pengikut itu dia bisa mengambil manfaat dari mereka, maka disinilah letak fatal kesalahannya. Dia telah mengambil niat yang salah. Dengan niat seperti itu berarti dia telah menukar aherat dengan dunia. Atau dapat diartikan orang itu telah menjual ayat-ayat Allah dengan harga yang murah. Padahal ada perintah yang jelas dalam al Qur’an mengenai hal ini.

 

وَلَا تَشْتَرُوا بِآيَاتِي ثَمَنًا قَلِيلًا وَإِيَّايَ فَاتَّقُونِ

“Dan janganlah kalian menjual ayat-ayat Ku dengan harga yang murah, dan hanya kepada Ku lah kalian bertaqwa.” (QS.Al Baqarah : 41).

Bersambung…

ترك الرد

Your email address will not be published.

المنزل
الأخبار
التبرع
جدول